Gaji Istri Lebih Tinggi dari Suami, Seribuan Kasus Perceraian di Jepara
Seribuan Kasus Perceraian di Jepara Akibat Gaji Istri Lebih Tinggi dari Suami
Seribuan istri di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah menggugat cerai suaminya. Para istri disebut mengajukan cerai gugat karena gaji istri lebih tinggi dibandingkan dengan suaminya.
Berita tersebut pun menjadi terpopuler dalam pekan ini. Beberapa faktor penyebab istri di Jepara gugat cerai suami, mulai dari masalah gaji hingga masalah perselisihan pertengkaran dalam rumah tangga.
“Jumlah perkara masuk 2.097 (semua perkara) perkara per September 2021 ini, angka dispensasi ada 399 perkara, cerai gugat (istri yang mengajukan cerai) ada 1.262 perkara, kemudian cerai talak (suami yang mengajukan cerai) ada 379 perkara,” kata Kepala Pengadilan Agama Jepara, Rifai kepada wartawan ditemui di kantornya, Rabu (29/9/2021) sebagaimana dilansir dari detiknews.
Rifai mengatakan seribuan istri mengajukan cerai gugat kepada suami tidak lepas karena penghasilan para istri. Menurutnya para istri bekerja di perusahan-perusahan yang ada di Jepara. Sedangkan sebelum ada perusahaan pengajuan perkara cerai gugat terbilang sedikit.
Motif Lain Cerai Gugat Selain Gaji Istri Lebih Tinggi Dibandingkan dengan Suami
“Pertengkaran terus menerus dan ekonomi. Kita lihat sebelum dulu ada perusahaan itu cerai gugat sedikit karena istri masih di rumah manut gitu ya sedangkan memberikan nafkah itu suami,” jelas Rifai.
Dia menjelaskan istri bekerja di perusahaan menyebabkan mereka memiliki penghasilan sendiri. Bahkan penghasilan istri lebih banyak dibandingkan dengan suami. Hal tersebut pun diduga menjadi penyebab perceraian lebih banyak diajukan oleh istri daripada suami.
“Sedangkan ada perusahaan ini istri bisa bekerja sendiri dan gaji lebih besar gaji sendiri dibanding dengan suami. Sehingga kadang-kadang yang terjadi adalah karena merasa mampu dan kuat membeli sendiri apalagi kalau kemudian suami gaji sedikit dikasih sedikit pula. Sehingga hal-hal demikian istri tidak terima dengan kelakuan oleh suaminya itu,” sambung dia.
Jumlah Kasus Perceraian di Jepara per September 2021
Rifai mencatat kasus perceraian di Pengadilan Agama Jepara hingga September 2021 ada 1.641 perkara. Dari jumlah itu masalah pertengkaran masih menjadi peringkat pertama penyebab perceraian. Hingga disusul dengan karena masalah ekonomi.
“Itu perselisihan secara terus menerus itu rangking pertama kemudian kedua masalah ekonomi. Masalah pertengkaran sampai September 706 perkara. Untuk faktor ekonomi 633 perkara disusul dengan salah satu pihak meninggalkan yang lain itu 163 perkara,” terang Rifai.
Dia mengatakan terkait angka perkara yang masuk di Pengadilan Agama Jepara tidak ada peningkatan siginifikan selama dua tahun terakhir. Seperti tahun 2020 lalu perkara masuk di Pengadilan Jepara ada 2.679 per Desember. Sedangkan tahun ini per September 2021 ada 2.097 perkara masuk. Hal ini pun diperkirakan tidak jauh berbeda pada tahun sebelumnya.
Sedangkan angka dispensasi Pernikahan tahun 2021 mengalami peningkatkan. Menurutnya hal tersebut tidak lepas karena perubahan undang-undang minimal usia pernikahan baik laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun.
Tercatat per September 2021 pengajuan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Jepara ada 399 perkara. Sedangkan pengajuan dispensasi nikah selama tahun 2020 ad 423 perkara.
“Andai 16 tahun boleh menikah kan tidak menumpuk seperti itu. Penambahan saya kira ada penambahan usia dari undang-undang seperti itu,” pungkas Rifai.
Catatan Wahana Bahagia
Ada sedikit cerita menarik yang di lansir dari qmfinancial. Seorang teman akhirnya menikahi kekasihnya beberapa tahun yang lalu. Saat mereka menikah, posisinya adalah si teman adalah seorang head of general affairs di sebuah pabrik kosmetik besar, sedangkan istrinya adalah seorang dosen.
Keduanya punya gaji yang besar, meski gaji sang istri agak lebih kecil karena saat itu posisinya masih dosen muda. Karena ingin membangun bisnis sendiri, si teman akhirnya resign dan merintis usaha propertinya. Ternyata, nasib berkata lain. Ia kena tipu dan akhirnya kehabisan modal. Untuk kembali bekerja, ia merasa sudah terlalu berumur.
Sudah susah cari kerja, karena kebanyakan perusahaan selalu mematok usia muda sebagai karyawan baru. Kecuali untuk menempati posisi manajer, mungkin masih bisa. Tetapi, lebih sulit pastinya mencari lowongan manajer. Akhirnya lama kelamaan, mereka bersepakat. Istri tetap bekerja sebagai dosen (bahkan kemudian bisa menempuh S3, dan bergelar doktor.
Sekarang sedang dalam perjalanan menuju guru besar di usianya yang masih berkepala 4. Gajinya semakin besar, bahkan bisa dipakai untuk KPR dan operasional rumah tangga, pastinya. Sementara sang suami tinggal di rumah, urus anak, urus keperluan rumah tangga, sambil mencoba kembali merintis bisnis impiannya: bisnis properti, meski tertatih. Tugas utamanya: ternak teri–anter anak anter istri.
Gaji Istri Lebih Tinggi tak Selamanya Berdampak Buruk Bagi Kelangsungan Hidup Rumah Tangga
Hikmah yang wajib kita ambil dari cerita di atas adalah:
Pergantian Peran dalam Rumah Tangga: Hal Biasa
Kalau dilihat, kisahnya cukup miris. Tak sekali keduanya berada di kondisi tak mengenakkan karena permasalahan “bertukar peran” seperti ini. Apalagi di zaman modern, tapi yang berpikiran konvensional masih bertahan. Banyak pihak yang melontarkan komentar miring terhadap pasangan ini. “Jadi suami kok di rumah saja. Istrinya pergi terus.” Begitulah mindset kebanyakan dari kita di sini.
Saat gaji istri lebih besar, itu berarti ada yang salah. Kesan yang dicuatkan adalah istri yang nggak peduli terhadap keluarga, atau suami yang nggak becus cari uang. Padahal, kalau berbicara soal rumah tangga, seharusnya pasangan adalah partner bukan? Jika suami memang sedang ada kesulitan, maka tugas istrilah untuk membantunya, dalam bentuk apa pun.
Tapi, saat si istri berhasil dan sukses, cibiran pun mengalir. Bukankah sebenarnya tak pernah ada aturan resmi yang mengatur pembagian peran dalam rumah tangga? Tapi, menurut Papalia dan Martorell, dalam buku Experience Human Development, memang ada perspektif yang disebut dengan gender roles pada kebanyakan budaya, yang membuat kita menjadi punya pandangan tertentu terhadap pembagian peran ini, yaitu perempuan itu tugasnya mengurus rumah tangga dan anak-anak, sedangkan suami mencari nafkah dan melindungi keluarga.
Kondisi gaji istri lebih tinggi dan mungkin membuat suami cemburu ini sebenarnya bisa diatasi. Pasangan suami istri tersebut haruslah mengingat 5 hal berikut:
1. Komunikasi
Yes, yakinkan diri terlebih dahulu bahwa hal seperti ini bisa diatasi, terutama jika komunikasi antara suami dan istri sudah terjalin dengan baik. Untuk kasus di atas, misalnya. Memang mereka pernah berada di fase saling mencurigai, tapi melalui komunikasi yang intens, akhirnya keduanya bersepakat lagi. Bahwa apa yang terjadi di dalam rumah tangga mereka, harus tetap berada di dalam rumah. Artinya, orang lain di luar tak perlu tahu secara detail, sehingga tak perlu pula mencampurinya.
Gaji istri lebih besar termasuk privacy rumah tangga. Tak perlulah orang lain tahu. Kalau sudah begini, omongan yang lalu-lalang di luar sana, juga tak perlu terlalu diambil hati. Yang penting, bagaimana menjalin komunikasi dengan pasangan, agar kondisi ini dapat diterima oleh kedua belah pihak dengan ikhlas.
2. Kembali pada komitmen berbagi peran
Komunikasi sudah jalan, maka kembali ke komitmen berbagi peran menjadi hal penting berikutnya yang harus segera dilakukan, jika ternyata suami merasa resah akibat gaji istri lebih besar. Masalah ekonomi memang terbukti menjadi penyebab pertama terbesar pasangan suami istri yang cekcok, bahkan berakhir dengan Perceraian. Namun, bukan berarti tak bisa diatasi. Dan, untuk bisa mengatasinya, kembali mulai ke awal adalah langkah yang terbaik.
3. Tekan rasa gengsi dan pikiran negatif
Tak hanya suami sebenarnya yang berpeluang untuk punya keresahan akibat gaji istri lebih besar. Sang istri sendiri mungkin juga digelayuti pikiran negatif. Hal seperti ini memang mudah sekali saling memengaruhi. Saat yang satu berpikiran negatif, maka yang lain besar kemungkinan akan ketularan juga.
Jika suami cemburu atau resah, maka bisa jadi sang istri juga merasakan hal yang sama. Akibatnya, kemungkinan ia juga jadi tak bisa menunjukkan kinerja yang baik di kantor. Akhirnya produktivitasnya menurun, yang bisa saja memengaruhi besaran pendapatan yang akan diterimanya nanti.
Jadi, siapa yang rugi? Semua pihak. Karena itu, demi kemaslahatan bersama, tekan dan kesampingkan rasa gengsi dan pikiran negatif.
4. Tempatkan diri sesuai kondisi
Gaji istri lebih besar memang bisa menunjukkan bahwa istri lebih sukses ketimbang suami. Meski demikian, ia seharusnya tetap dapat menempatkan diri bahwa jika di rumah, kepala keluarga tetaplah suami, meski suami punya gaji lebih kecil, jabatan lebih rendah, bahkan jika suami sedang tak punya pekerjaan.
Suami adalah partner dan pasangan hidup, suami tidak sama dengan karyawan atau bawahan istri di kantor. Jika istri dapat menempatkan diri dengan baik, maka diharapkan kehidupan rumah tangga akan berjalan dengan baik, seiring dengan kesuksesannya dalam berkarier.
Bisa dibayangkan, jika si istri yang lebih sukses ini selalu memamerkan dan membanggakan diri di depan suami–apalagi menyepelekannya, sudah pasti akan semakin memperuncing konflik yang sudah ada.
5. Buat waktu untuk berdua
Selalu sediakan waktu untuk satu sama lain. Suami perlu menyediakan telinganya untuk mendengarkan cerita istri mengenai kariernya, begitu pula dengan istri. Dengarkan cerita suami tentang apa pun. Gaji istri lebih besar tak berarti menutup telinga terhadap pendapat pasangan, bukan?
Jika masalah masih saja tetap terjadi sampai di sini, maka masing-masing sebaiknya menyadari kembali tujuan awal menikah. Dengan kesadaran ini, biasanya akan timbul lagi pemahaman bahwa kehidupan berumah tangga itu seharusnya lebih berharga daripada materi yang didapatkan selama ini.
Pentingnya Konseling, Hipnoterapi, dan Terapi Pasangan Bagi Kehidupan Rumah Tangga
Jika anda mempunyai kasus yang sama seperti di atas, saat gaji istri lebih besar daripada suami, dan menemui masalah dengan hal ini, maka anda bisa melakukan konseling atau konsultasi psikologi dengan Wahana Bahagia yang menyangkut permasalahan rumah tangga anda.
Konseling sebagaimana dimaksud dapat berupa Konseling Anak, Konseling Remaja, maupun Konseling Dewasa.
Untuk melakukan konseling di zaman sekarang sangat mudah di lakukan, bahkan jarak dan waktu sudah tidak lagi menjadi sebuah hambatan, beberapa klinik konseling termasuk Wahana Bahagia menyediakan layanan konseling secara online.
Tidak ada salahnya juga jika memang berdasarkan informasi dari hasil konseling harus di lakukan sebuah tratment terhadap anda berupa Hipnoterapi, Terapi Emosi, Terapi Seksual, Terapi Keluarga, maupun terapi lainnya demi keutuhan rumah tangga anda sesuai dengan tujuan awal saat anda memutuskan untuk menikah. Pahami tips memilih ahli hipnoterapi yang baik untuk anda disini.