Peraturan Menteri Kesehatan No. 61 Tahun 2016
Latar Belakang Peraturan Menteri Kesehatan No. 61 Tahun 2016
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan No. 61 Tahun 2016 tanggal 17 November 2016 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris telah mengatur regulasi mengenai Hipnoterapi. Regulasi tersebut terbit dilatarbelakangi oleh ketentuan Pasal 9, Pasal 23, Pasal 26 ayat (3), Pasal 39 ayat (8), dan Pasal 57 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional.
Saat ini Hipnoterapi banyak dikenal oleh masyarakat umum dan menjadi alternatif pilihan pengobatan dalam mengobati masalah yang berhubungan dengan psikis.
Seseorang dikatakan ahli dalam bidang tersebut apabila memiliki kriteria tertentu yaitu memiliki sertifikat berupa sertifikasi FOCCT, Certified Hypnotist, Certified Hypnotherapist.
Hanya sekedar ahli masih kurang karena hipnoterapis wajib menggunakan kompetensi nya sesuai dengan kode etik yang telah di tetapkan regulasi.
Setelah dikatakan ahli dan mendapatkan kompetensi serta bersedia mematuhi segenap kode etik yang telah ditetapkan tidak serta merta seorang hipnoterapis langsung bisa membuka praktik karena berkewajiban memiliki STPT sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan No. 61 Tahun 2016.
Lalu Bagaimana Implementasi pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 61 tahun 2016
Dalam Implementasi pasal tersebut tentunya tidak semua Praktisi Hipnoterapi memiliki STPT yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan setempat.
Jika ingin melihat STPT Konselor/Terapis Wahana Bahagia dapat dilihat disini. STPT tersebut juga merupakan Legalitas atau Izin Praktik dari Dinas Kesehatan yang artinya Kompetensi Konselor/Terapis sudah teruji melalui serangkaian Feat and Proper Test yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan setempat melalui beberapa kali persentasi pentingnya Hipnoterapi bagi masyarakat umum dihadapan Para Pejabat Dinas.
Jika ingin mengetahui sejumlah prosedur tersebut dapat melihat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 61 tahun 2016 tanggal 17 November 2016 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris disini.
Pasal Kode Etik dalam Permenkes No. 61 Tahun 2016
Ketentuan mengenai Kode Etik yang wajib dilaksakan oleh Anggota Profesi telah tertuang dalam pasal 18 terdiri dari 5 ayat diantaranya adalah sebagai berikut:
- Penyehat Tradisional dalam melakukan Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris wajib menaati kode etik penyehat tradisional.
- yang dimaksud pada ayat (1) merupakan pedoman perilaku Penyehat Tradisional dalam interaksinya dengan Klien, sesama penyehat tradisional, dan masyarakat.
- yang dimaksud pada ayat (1) dan tata cara pemeriksaan atas dugaan pelanggaran terhadap kode etik disusun oleh asosisasi Penyehat Tradisional.
- Penegakan terhadap pelanggaran kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota bersama asosiasi Penyehat Tradisional.
- Dalam hal di kabupaten/kota tidak terdapat asosiasi maka penegakan kode etik dilakukan oleh asosiasi sejenis di tingkat provinsi atau pusat.
Konseling via Telepon Sebagai Solusi Mengatasi Rasa Malu
Meski regulasi dan kode etik telah dengan jelas mengatur tentang jaminan kerahasiaan kondisi seorang pasien terhadap pihak lain bahkan pasangannya sendiri, di tambah dengan berbagai stigma negatif yang sampai saat ini masih membudaya di masyarakat seperti “orang yang melakukan konseling psikologi adalah ORANG GILA”. Meski stigma tersebut 100% salah, adakalanya seorang pasien tidak menginginkan privacy nya di ketahui oleh siapapun termasuk oleh seorang Profesional seperti Psikolog atau Psikiater pribadinya sekalipun.
Jika kamu termasuk pribadi yang sangat tertutup tetapi sangat membutuhkan konseling psikologi akibat masalah berat yang sedang kamu hadapi, untuk mensiasati rasa malu yang bernanung di dalam diri kamu, kamu dapat melakukan Konseling via Telepon, chating, ataupun video call (tergantung pilihan kamu).