Undang-Undang No. 36 Tahun 2009
Latar Belakang Undang-Undang No. 36 Tahun 2009
Undang-Undang No. 36 Tahuh 2009 tanggal 13 Oktober 2009 tentang Kesehatan telah mengamanatkan Pemerintah dan Organisasi Profesi agar menyusun serangkaian Kode Etik.
Turunan dari undang-undang tersebut terbitnya Peraturan Pemerintah RI No. 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional dan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 61 Tahun 2016 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris.
Praktik Hipnoterapi di Indonesia kini diakui dan dibina oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di bawah Direktorat Pelayanan Kesehatan Tradisional Subdit Yankestrad Empiris. Praktik Hipnoterapi secara profesional di Indonesia harus dilakukan oleh praktisi yang telah memiliki Surat Terdaftar Penyehat Tradisional (STPT). Surat ini dapat diperoleh dengan melengkapi persyaratan dan diajukan melalui Dinas Kesehatan Kota atau Kabupaten setempat.
Payung hukum satu kesatuan secara utuh mengenai Praktik Hipnoterapi merujuk pada peraturan berikut ini:
- Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan
- Peraturan Pemerintah RI No. 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional
- Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 61 Tahun 2016 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris
Ketentuan Pidana dalam Undang-Undang Kesehatan
Poin penting yang berkaitan dengan Praktik Hipnoterapi adalaj Pasal 191 menentukan bahwa setiap orang yang tanpa izin melakukan praktik pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) sehingga mengakibatkan kerugian harta benda, luka berat atau kematian dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal Kode Etik dalam UU No. 36 Tahun 2009
Segenap kode etik yang harus di patuhi oleh Anggota Profesi tertuang dalam pasal 24 yang berbunyi:
- Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional.
- Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh organisasi profesi.
- Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Perhatian mengenai Pelayanan Kesehatan Tradisional juga telah tertuang dalam pasal 59 yang berbunyi:
- Berdasarkan cara pengobatannya, pelayanan kesehatan tradisional terbagi menjadi pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan keterampilan; dan pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan ramuan.
- Pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibina dan diawasi oleh Pemerintah agar dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan jenis pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Untuk memahami Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 secara utuh dapat melihatnya disini.
Konseling via Telepon Sebagai Solusi Mengatasi Rasa Malu
Meski regulasi dan kode etik telah dengan jelas mengatur tentang jaminan kerahasiaan kondisi seorang pasien terhadap pihak lain bahkan pasangannya sendiri, di tambah dengan berbagai stigma negatif yang sampai saat ini masih membudaya di masyarakat seperti “orang yang melakukan konseling psikologi adalah ORANG GILA”. Meski stigma tersebut 100% salah, adakalanya seorang pasien tidak menginginkan privacy nya di ketahui oleh siapapun termasuk oleh seorang Profesional seperti Psikolog atau Psikiater pribadinya sekalipun.
Jika kamu termasuk pribadi yang sangat tertutup tetapi sangat membutuhkan konseling psikologi akibat masalah berat yang sedang kamu hadapi, untuk mensiasati rasa malu yang bernanung di dalam diri kamu, kamu dapat melakukan Konseling via Telepon, chating, ataupun video call (tergantung pilihan kamu).